Perda Transparansi, Kapan Diundangkan ?

Sejak disahkan oleh DPRD kabupaten Bojonegoro pada tahun 2012 lalu melalui hak Inisiatif DPRD melalui Komisi D di Proses Legislasi Daerah Kabupaten Bojonegoro, gaung Perda Transparansi Tata Kelola Pendapatan, Lingkungan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Migas Pada Kegiatan Usaha Migas di Kabupaten Bojonegoro belum mampu memberikan ruangnya sebagai ruh Transparansi ke permukaan. Legitimasi DPRD dan apresiasi masyarakat Sipil yang berupaya dan bersama mendorong di dua periode Pembahasan Mulai Prolegda hingga disahkan menjadi agak luntur. Kiranya muncul pertanyaan apakah ada yang salah dalam proses Legislasi Hak Inisiatif DPRD ataukah ada faktor yang membelenggu” sehingga Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menjadi Apriori untuk segera melaksanakan amanat dari Perda ini.

Pengalaman tidak mengenakkan bagi masyarakat akar rumput seharusnya jangan terulang, kita ingat kurun waktu 2008-2010 kejadian ledakan kebocoran dari H2S memakan korban serta menimbulkan traumatis dalam memori masyarakat yang dekat dengan lokasi pengeboran Migas JOB PPEJ yang kala itu dioperatori oleh Petrochina masuk wilayah Sambi Ngancam (Sambiroto, Ngampel, dan Campurejo kecamatan Kota). Tindakan Respon Darurat yang dilakukan belum cukup efektif untuk mengeliminir korban kelalaian. Aneh, kejadian tersebut disitir masuk kedalam situasi Bencana Alam sehingga hak masyarakat untuk mengadu pun terkesan tidak ada pintunya.

Kalau Pemerintah Kabupaten memiliki itikad segera untuk menjalankan Perda Transparansi yang didalamnya ada Tim Transparansi yang dibiayai oleh APBD dan akan menangani tiga hal yang pertama masalah lingkungan, ini akan memberikan batasan-batasan bertindak yang harus dilakukan oleh Perusahaan Migas. Mereka (Perusahaan Migas),  harus memiliki rencana Emergency Response(keadaan gawat darurat) yang disusun bersama dengan Pemerintah dan Masyarakat, , tujuannya untuk mengurangi resiko korban yang mungkin muncul jadi keadaan dan penanggulangan keadaan bahaya dari bencana Migas tidak hanya diketahui dan dilakukan karyawan dalam lingkungan Pengeboran Perusahaan Migas tersebut. Karena kita semua tahu bahwa cost/biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten baik dari, sosial, budaya dan lingkungan itu kadang tidak berbanding lurus dengan penerimaan Migas yang masuk.

Kedua berkaitan dengan Pendapatan, dalam Proyeksi dan Penghitungan Dana Bagi Hasil Migas yang selama ini Pemkab Bojonegoro melalui Dinas Pendapatan dan Bagian Sumber Daya Alam hanya memiliki kesempatan pada pertemuan Rekonsiliasi Lifting dan Rekonsiliasi Dana Bagi Hasil, melalui Permen ESDM hasil lifting (minyak terjual) tersaji, dan melalui PMK (Peraturan Menteri Keuangan) tersaji hasil Dana Bagi Hasil yang masuk ke APBD,  titik kelemahan dari dua forum Rekonsiliasi ini tidak terdapat hak tanya dari pemerintah Kabupaten untuk mengajukan keberatan terhadap hasil keputusan yang keluar baik dari Permen ESDM maupun PMK.

Ini merupakan keadaan yang tidak begitu diinginkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, setiap tahun penyusunan proyeksi Lifting dan Proyeksi Dana Bagi Hasil Migas yang dibuat oleh Dinas Pendapatan masuk ke dalam APBD selalu terkoreksi oleh Pemerintah Pusat, Kapabilitas Dinas Pendapatan memproyeksikan Dana Bagi Hasil Migas ini sangat Mumpuni tetapi good will dari Pemerintah Pusat tetap sebagai penentu. Berbeda ketika Peraturan Daerah beserta alat kelengkapan dalam pelaksanaan yakni Tim Transparansi sudah berjalan, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dapat memanfaatkan potensi yang ada dalam tim digabungkan dengan teritori sebagai pemegang saham dalam Participating Interest melalui BUMD PT. ADS (Asri Dharma Sejahtera) seharusnya mampu untuk melengkapi data-data dan informasi yang penting semisal ; cost recovery, AFE dsb, sebagai komponen yang dibutuhkan dalam Memproyeksikan besaran Dana Bagi Hasil Migas yang diterima. Kasus-kasus default atau gagal bayar Proyek pada tahun-tahun awal booming Dana Bagi Hasil Migas menunjukkan tren kenaikan bisa diminimalisir jika Pemerintah Kabupaten memiliki data pembanding dengan Pemerintah Pusat dalam menentukan besaran lifting dan Dana Bagi Hasil yang diterima. Ini juga memudahkan Bappeda dalam merencanakan Pembangunan terutama dari Dana Bagi Hasil Migas yang merupakan penyumbang terbesar di APBD Kabupaten Bojonegoro.

Ketiga adalah Perda ini berbicara mengenai tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan Migas, meski dalam Peraturan lain (Konten  Lokal) sudah mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial (CSR). Titik berat yang akan disasar oleh Perda Transparansi bahwa semua Perusahaan Migas yang ada di Kabupaten Bojonegoro harus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten dalam hal Perencanaan, Penganggaran serta sasaran dari Program CSR Perusahaan Migas, ini mendesak karena seringkali Perusahaan itu merencanakan menetapkan program CSR pada titik ini ternyata di Pemerintah Kabupaten juga dianggarkan akan dibangun, jadi semangatnya adalah untuk menghindari dobel penganggaran atau double bugdeting.  Ketika siklus perencanaan di Pemerintah Kabupaten dan Perusahaan Migas bisa klop ini pastinya akan ada anggaran yang lebih untuk pembangunan yang lainnya.

Pada sisi Lingkungan yang menjadi point of view (sudut subtansinya) dalam Perda Transparansi ini mengatur bahwa setiap perusahaan Migas yang ada di Kabupaten Bojonegoro itu hendaknya berprinsip Transparan/terbuka di setiap kegiatan Tambangnya, baik itu berpindah tempat maupun sudah habis Sumber Daya Migas yang dieksploitasi oleh mereka. Baik pelaporan kepada Pemerintah Daerah melalui Tim Transparansi berapa Dana Paska Tambang Perusahaan Migas itu maupun upaya-upaya mereklamasi lahan bekas ekspoitasi tambang mereka dengan program-program yang dirumuskan dan dijalankan bersama. Pada beberapa kasus di daerah Kaya Sumber Daya Alam, kerusakan-kerusakan lingkungan terjadi karena tidak terbukanya Perusahaan-perusahaan Migas kepada Pemerintah Daerah, sehingga kita tahu itu menjadi beban bagi Pemimpin dan Pemerintahan Kabupaten berikutnya.

Harapan adanya perubahan yang selama ini juga disuarakan oleh Pemerintahan Toto Jilid II seharusnya juga memiliki ruh yang sama untuk mempertahankan predikat sebagai daerah yang mendapat apresiasi di bidang Transparansi/Keterbukaan. Maka, momentum diisinya direktur PT. Asri Dharma Sejahtera (PT ADS) yang mengurusi dapur Participating Interest, kemudian digantinya BP Migas menjadi Pelaksana SKK Migas serta adanya Rancangan Undang-Undang Pemerintah Daerah yabg sedang digodok di DPR RI harusnya sejalan dengan keberanian untuk menggulirkan Perda Transparansi Tata Kelola Pendapatan, Lingkungan dan Tanggung Jawab Sosial pada Kegiatan Usaha Migas di  Kabupaten Bojonegoro serta membentuk Tim Transparansi di Kabupaten Bojonegoro bisa segera terwujud sebagai sebuah upaya untuk ‘berkelit dari Kutukan Sumber Daya Alam’.

*Penulis: Abdul Muis, Pegiat Bojonegoro Institute