Diskusi Multipihak: Membentuk Kemitraan dalam Penanggulangan Kemiskinan di Bojonegoro

Admin, Published at 2025-05-13

Sumber: Photo by Joko R.

Sejumlah perwakilan hadir dalam agenda diskusi Kemitraan Multi Pihak atau Multi Stakeholder Partnership (MSP) yang diadakan Bojonegoro Institut (BI) di Ruang Pertemuan EJSC Bojonegoro (6/5/2025). Agenda diskusi multipihak ini, bertujuan merumuskan penanggulangan kemiskinan di Bojonegoro.

Kemiskinan masih jadi tantangan pembangunan di Bojonegoro. Berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin tercatat 11,69 persen (2024). Jumlah ini turun 0,49 persen dibanding tahun sebelumnya yang 12,18 persen (2023). Meski menurun, Bojonegoro masih menempati urutan tertinggi ke-11 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur sebagai kabupaten termiskin.

Kemiskinan menjadi persoalan kompleks dan multidimensi. Sehingga untuk melakukan percepatan pengentasan kemiskinan, dibutuhkan strategi berbasis sinergi dan kolaborasi berbagai pihak. Karena itu, Bojonegoro Institute (BI) bekerjasama dengan Ford Foundation dan telah mendapat persetujuan dari Pusat Fasilitasi Kerja Sama (Fasker) Kementrian Dalam Negeri,  mengadakan diskusi yang bertujuan membentuk Kemitraan Multipihak atau Multi-Stakeholder Partnership (MSP).

Dalam acara bertajuk "Membangun Kemitraan Multipihak dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Daerah Berkelanjutan" tersebut, dihadiri sejumlah stakeholder, di antaranya; Kepala Diskominfo Bojonegoro, Ir. Heri Widodo, Sekretaris Diskominfo Bojonegoro, Alit S. Purnayoga, perwakilan akademisi, komunitas perempuan dan disabilitas, dan sejumlah NGO lokal.

Kepala Dinas Kominfo Bojonegoro, Ir. Heri Widodo, M. Si, dalam sambutannya menyebut, sampai saat ini pemerintah terus mengembangkan berbagai inovasi daerah. Satu di antaranya program SAPA Bupati, yang jadi wahana pelaporan berbagai masalah di Bojonegoro. Termasuk masalah kemiskinan. Karena itu, dia mendukung kegiatan Multi Stakeholder Partnership (MSP).

"Kegiatan semacam ini sangat penting, karena mampu memberi masukan dari berbagai sudut pandang. Karena itu Kominfo sangat mendukung kegiatan MSP" Ucap Heri Widodo.

Heri menyatakan, berbagai informasi, termasuk data kemiskinan, memang perlu di-update dan diperbaharui setiap saat. Karena itu, menurutnya, MSP mampu menjembatani pertukaran informasi tersebut. Ia menyebut, penanganan kemiskinan memang butuh kerjasama banyak pihak. Dan MSP sebagai wahana pertukaran informasi, sangat diperlukan sebagai wujud kolaborasi.

Koordinator Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) Bojonegoro, Nafidatul Hima yang hadir dalam diskusi mengatakan, bahwa kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan NGO (Non-Government Organization) selama ini seringkali hanya simbolis, hanya untuk memenuhi kebutuhan regulasi atau administrasi.

"Saya sepakat pembentukan MSP, yang mana menekankan pada pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas antar masing-masing pihak; dan bentuk kelembagaan yang sistematis. Secara bersama-sama kita merumuskan rencana aksi," ucapnya.

Sekretaris Dinas Kominfo Bojonegoro, Alit S. Purnayoga mengatakan, selain butuh kerjasama banyak pihak, pengentasan kemiskinan terkesan sulit karena banyaknya perbedaan tentang paradigma kemiskinan. Khususnya di desa-desa di wilayah Bojonegoro. Dia menyebut, ada banyak masyarakat yang rumahnya berlantai tanah dan tanpa plafon. Namun, pemiliknya bergelang emas dan memiliki ponsel mahal.

"Ini menunjukan bahwa paradigma kemiskinan itu beragam. Indikatornya pun tidak boleh disamakan" Ucapnya.
Foto: Bojonegoro Institute menyelenggarakan forum kajian pembangunan daerah dengan tema, Membangun Kemitraan dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Daerah Berkelanjutan, pada Selasa (6/5/2024).

Sementara Direktur Bojonegoro Institute (BI), Awe Syaiful Huda menyatakan, kegiatan ini baru awal dari pengenalan konsep Multi-Stakeholder Partnership (MSP), mengingat, isu kemiskinan teramat multidimensi. Sehingga, ia berharap kedepan ada tindak lanjut penanganan kemiskinan berdasar pendekatan kolaboratif. Dalam hal ini pendekatan MSP.

"Isu kemiskinan ini sangat multidimensi. Sehingga tidak bisa ditangani satu pihak saja" Ucap Awe.

Awe lantas melanjutkan, MSP memberikan keuntungan bagi para pihak, baik pemerintah daerah maupun masyarakat sipil, seperti Non-Government Organization (NGO), akademisi dan sektor swasta. Keuntungan MSP bagi pemerintah daerah, antar lain: Pertama, MSP akan meningkatkan kapasitas dan kreatifitas Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan publik. 

“Melalui kemitraan multipihak, Pemda mendapatkan hasil pemetaan masalah, rekomendasi maupun berbagai pilihan solusi yang terbaik, ujar Awe.

Kedua, MSP dapat meningkatkan legitimasi dan kepercayaan publik. Ketiga, MSP dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran. “Dengan banyak pihak yang terlibat, maka banyak pihak akan terlibat; termasuk ikut mengawasi pelaksanaan program. Tentu saja in ikan meningkatkan efektifitas, efisiensi dan ketepatan program.”

Keempat, memudahkan Pemda mengakses pada inovasi sosial-ekonomi dan teknologi yang adaptif. Pemda memiliki kekurangan dalam pengembangan inovasi, sementara perguruan tinggi, NGO dan sektor swasta banyak mengembangkan inovasi: sosial, ekonomi dan teknologi.

“Melalui kolaborasi, pemerintah daerah dapat memakai inovasi yang adaptif yang dikembang masyarakat sipil.”

Adapun keuntungan MSP bagi masyarakat sipil: NGO, perguruan tinggi dan sektor swasta, antara lain: dapat meningkatkan skala dan dampak program, meningkatkan keberlanjutan program, memperkuat level advokasi, memperluas jaringan dan pasar dan membuka peluang akses pendanaan.

“MSP bisa digunakan sebagai pendekatan dalam mendorong pembangunan daerah yang berkelanjutan,” ujar Awe. 

Dia berharap, pemerintah daerah, dalam hal ini Kominfo, dapat membentuk semacam forum kajian pembangunan daerah berbasis MSP, yang melibatkan unsur pemerintah, masyarakat sipil, dunia usaha, akademisi, serta media. Forum MSP dapat menjadi ruang dialog; membahas permasalahan, solusi atau rekomendasi berbasis data untuk mendukung perumusan kebijakan yang lebih adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.

“Melalui MSP, para pihak dapat mengkonsolidasikan seluruh sumber daya, meliputi keahlian teknis, jaringan, akses pasar, teknologi, pendanaan dan lainnya, untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan, ketahanan bencana dan perubahan iklim,” pungkas Awe.

Share Link: